Dalam beberapa pekan ini kita terus melihat perkembangan
berita tentang keluhan para orang tua yang mengajak anak-anak ke masjid, namun
tidak diterima oleh pengurus masjid dengan berbagai alasan klasik yang dapat
menganggu kekhusyu’kan shalat para jama’ah.
Ada kecenderungan
masjid makin tidak bersahabat dengan anak. Di sebuah status FB, yang dibagikan nyaris dua ribu kali, seluruh
fesbuker yang membagikan mengiyakan fenomena masjid angker. Keangkeran masjid
makin mewabah, seiring banyaknya pengurus masjid yang beragama terlalu serius
minus humor.
Anak adalah masa
depan umat Islam. Seharusnya mereka diakomodasi agar masjid semakin makmur dan
keberlangsungan jama’ah menjadi terjaga. Agar mereka tidak terasing dari masjid
lantas menghabiskan waktu dan membentuk karakternya di tempat yang tidak
sepatutnya. Segala kekerasan terhadap anak (baik secara fisik, psikis, visual,
verbal) akan membekas cukup lama. Teror yang diterima anak akan membuat trauma
terhadap masjid. Butuh waktu dan energi untuk mengembalikan ketakutan ini dan
sayangnya tidak banyak yang melakukan hal ini.
Orang dewasa berhak
untuk shalat secara khusu’ dan damai, tetapi anak-anak juga berhak untuk dekat
dengan Allah dan Agamanya (Islam). Keduanya harus diakomodasi. Tak kalah penting, perlu gerakan yang lebih
massif untuk menghadang laju masifnya Islam yang serius. Kita butuh Islam yang
ramah terutama kepada anak cucu kita sendiri, masa depan Islam kita, masa depan
bangsa ini.
Akhirnya kita bertanya siapa yang tidak nyaman jikalau
shalat dimasjid dengan 1000 gangguan keributan dan kericuhan anak-anak?
Andaikan kita semua paham sebuah kalimat yang diucapkan oleh Sang Ksatria
Islam “Jika kalian tidak
lagi mendengar riang tawa dan gelak bahagia anak-anak di masjid-masjid.
Waspadalah, saat itulah kalian dalam bahaya." (Muhammad Al-Fatih, Penakluk
Konstantinopel).
Sebuah masjid yang terletak di Gampong Pineung Kecamatan
Syiah Kuala Kota Banda Aceh dengan kapasitas 3000 jama’ah ini sedang menuju
proses untuk mewujudkan masjid yang ramah terhadap anak-anak. Dialah Masjid Darul Falah. Hampir sebagian waktu kami
habiskan di Masjid ini, sepulang kerja ataupun diwaktu akhir pekan kami
mengajar di masjid ini, kadang-kadang kami selalu menunggu momen anak-anak
dimarahi oleh orang tua. Seribut apapun kondisi di sana, bapak-bapak tetap
mampu menjaga emosinya dengan kelembutan hatinya. Apakah mungkin kelembutannya
itu mengalir menjadi karakter jamaah masjid Darul Falah? Mengutip sebuah hadis
Nabi Muhammad SAW:
“Wahai anak, aku akan mengajarkan
kepadamu beberapa kalimat: “Jagalah (perintah) Allah, pasti Allah akan
menjagamu. Jagalah (perintah) Allah, pasti kamu selalu mendapatkan-Nya di
hadapanmu. Jika kamu meminta, mintalah kepada Allah, jika kamu memohon
pertolongan, mohonlah pertolongan kepada Allah.” (HR. At-Tirmidzi)
Setiap kesalahan anak-anak tentu
harus diluruskan, namun bagaimana caranya? Suatu kali di masjid, ada anak kecil
yang berlarian di shaff shalat. Bapak-bapak memarahi, tapi sang bocah tetap
berlarian. Lalu ada seorang pemuda, yang sepertinya kenal dengan si anak,
menarik tangan sang anak kemudian memangku dan memeluknya. Sang anak pun diam.
Dari sini saya belajar, dibandingkan amarah dan kesumat, cinta dan kasih sayang
sering kali lebih efektif menyelesaikan permasalahan.
Masjid sebagai pusat kegiatan
agama seharusnya mengajarkan kasih sayang dan keramahan. Banyak jamaah yang
berebut menjalankan sunnah shalat, i'tikaf, dan lain-lain tetapi lupa dengan ajaran sunnah memuliakan
anak. Betapa indahnya sifat Rasulullah saat membawa cucunya (hasan &
husain) ke masjid. Rasulullah pernah shalat sambil menggendong cucunya. Bahkan
juga Rasulullah sempat shalat dengan diganggu di peluk-peluk) oleh cucunya,
tapi sedikitpun Rasulullah tidak marah. Demi memuaskan hati cucu-cucunya,
Rasulullah menyengaja sujud yang lama agar cucu-cucunya puas menungganginya.
Hal demikianlah coba kita
wujudkan di Masjid Darul Falah, yang sudah berdiri mulai tahun 1986. Di era tahun 2000-an dengan jama’ah anak-anak
yang mencapai 3 shaf panjang di waktu shalat shubuhnya, alangkah indahnya Islam
ini dengan kekuatan masa depannya. Meskipun jama’ah anak-anak sempat tenggelam
setelah di tahun 2004 Aceh diterjang Tsunami, namun perlahan tapi pasti.
Jama’ah anak-anak ini telah kembali, dengan wajah-wajah lucu yang baru serta segenap
tingkah lakunya yang aneh bin ajaib, kebiasaan baik ini akan menjadikan mereka
anak-anak yang terus memakmurkan masjid, menjadikan masjid bukan hanya sebagai
tempat beribadah tapi juga sebagai tempat pembawa inspirasi mereka dengan
menjalankan perintah Sunnah Baginda Rasulullah SAW. Maka mari kita dukung
kampanye ini, demi wujud Islam yang sesungguhnya.
Fakta saat ini, banyak masjid kesulitan mencari kader
remaja masjid. Banyak remaja yang tidak mau datang ke masjid karena mungkin
trauma pada masa kanak-kanak dan kemudian didukung lingkungan di luar masjid
untuk benar-benar malas ke masjid. Bahkan masjid harus membayar orang agar
supaya masjid menjadi hidup di waktu-waktu shalat. Sulitnya luar biasa untuk
mendatangkan orang utamanya pemuda ketika mengadakan kegiatan. Masjid kalah
ramai dengan mall & tempat hiburan termasuk TV apalagi warung kopi.
Kita Tidak perlu membuat masjid
menjadi seram, angker dan penuh bentakan. Marilah hidupkan/memakmurkan masjid menjadi pusat peradaban Islam.
Alangkah indahnya jika orang tua dapat istiqamah ke masjid sambil mengajak
anak-anaknya. Alangkah indahnya jika keindahan & kemegahan masjid diiringi
dengan penuhnya jamaah shalat di masjid termasuk anak-anak didalamnya.
Tulisan ini tidak bermaksud
menyinggung atau menjatuhkan siapapun. Tujuannya murni untuk perbaikan sistem
ke-masjid-an. Al afwu minkum. Semoga ada pengurus masjid yang membaca tulisan
ini, dan membuat perubahan dengan membuat program "Anak Gemar ke
Masjid". Karena merekalah genarasi yang akan menghidupkan masjid kelak.
Hanya melalui tangan kita, masjid mengalami perubahan.
Oleh : Zikri Hariadi
EmoticonEmoticon